Bogor, kabarphi.com — Halal bi Halal Gerakan Rakyat yang diadakan oleh Partai Hijau Indonesia dan Komite Politik Nasional membuahkan kerjasama politik antara kedua organisasi yang meliputi kegiatan aksi bersama, pendidikan politik, dan penyusunan roadmap demokrasi indonesia.
Melibatkan Perempuan Mahardhika, Jala PRT, Social Movement Institute, dan Konfederasi Perjuangan Rakyat Indonesia, Halal bi Halal sekaligus menjadi ruang strategis untuk menemukan potensi kolaborasi antar gerakan rakyat
Membedah Politik Kekuasaan dan Demokrasi Liberal.
Diskusi dimulai dengan menjawab pertanyaan paling mendasar mengenai tantangan munculnya partai politik alternatif di Indonesia. Menurut Ilhamsyah, gerakan pro-demokrasi seharusnya menyadari yang menjadi permasalahan adalah sistem demokrasi Indonesia yang tidak membuka ruang bagi gerakan rakyat. “Kita bisa melihat tidak ada menyuarakan UU Partai Politik atau UU Pemilu, padahal ini yang menjadi dasar dari gerakan politik.” Ilhamsyah menyayangkan gerakan pro-demokrasi yang dinilai masih abai membahas hulu dari otoritarianisme.
Menyepakati seruan dari Ilhamsyah, ketua Partai Hijau Indonesia Roy Murtadho menyatakan bahwa “Perlawan bukan hanya sekedar hobi, tetapi harus memiliki orientasi pada merebut kekuasaan.” Roy Murtadho juga menegaskan peran partai sebagai alat intervensi struktural disaat gerakan sipil tidak mewakili di parlemen. Melanjutkan pernyataan tersebut, Rika Febriyani, Sekretaris Partai Hijau Indonesia mengisyaratkan fokus dari PHI adalah untuk menciptakan kader-kader yang siap menjalankan organisasi dan berkompetisi di Pemilu 2029.
Tantangan Ekonomi Gerakan Politik
Pernyataan Ilhamsyah dan Roy Murtadho bermuara pada PHI perlu menguji ideologi, kader, dan basis massa yang dimiliki. Dalam kata lain, kader-kader yang dipersiapkan perlu menghadapi realita politik seperti politik uang.
Pengalaman ini dialami oleh Yuni, caleg Partai Buruh yang juga merupakan anggota Jala PRT, Kolektif yang mendorong pengesahan UU PPRT. “Kita awalnya tidak tau harus ngapain, pekerjaan kita tidak diakui sebagai profesi, pemilu apa-apa harus ada uang, mau sosialisasi caleg di Kebayoran harus meminta izin ke RT, kita dari PB juga tidak ada modal.” ujar Yuni. Padahal, Yuni bersama Jala PRT sudah memiliki pengalaman 21 tahun mengadvokasi pekerja rumah tangga.
Ilhamsyah juga membocorkan PB membutuhkan biaya operasional sebesar Rp 1 miliar per bulannya untuk menghidupkan parta.
Menyambung diskusi mengenai tantangan finansial, Hani dari Komite Politik Nasional memantik diskusi seputar model ekonomi kolektif seperti green labor, workers-owned factory, dan koperasi pangan sebagai alternatif atas dominasi kapitalisme pasar bebas. Ia juga menyoroti pentingnya kepemilikan bersama atas alat produksi demi menjamin keadilan distribusi nilai lebih.
Menurut Hani, agenda ekososialisme PHI sangat relevan dengan model ko-operasi. “PHI sangat ideal green labour economy, 5 building block,1. ownership, 2.common, labour process relasi kerja dll, 3. redistribusi surpus value, komunitas konsumen, 4. intensional surplus kolektif, 5. Regenerating.” ujar Hani.
Pendidikan Politik sebagai Strategi Pengorganisasian
Ditengah represifitas yang tinggi, Miftachul, Koordinator Ideologi dan Kader PHI menyatakan fokus gerakan rakyat harus pada menciptakan kader-kader yang memiliki daya juang panjang tidak hanya untuk Pemilu 2029, tetap juga tahun-tahun kedepannya. “Berkaca pada era Orde Baru, gerakan tiarap dengan membuka lingkar belajar di kampus dan mencetak kader-kader yang memulai aksi hingga puncaknya di reformasi.” tukas Miftachul.
Hasriadi, anggota Partai Hijau Indonesia, juga menyatakan pentingnya pengorganisasian pada basis-basis produksi sehingga dapat memberikan titik tekan yang lebih efektif.
Ilhamsyah juga menyatakan Komite Politik Nasional saat ini sedang mengerjakan Pendidikan Politik Massal yang “tidak hanya menjariing 20 – 30 orang, tetapi harus dalam jumlah yang lebih banyak”. Sayap muda Partai Buruh, Sayap Muda Kelas Pekerja (SMKP) juga dikerahkan untuk melakukan kegiatan pendidikan melalui program Imaginesia.
Kerjasama Politik PHI – Partai Buruh
Diawal diskusi, Ketua PHI Roy Murtadho menyepakati tawaran Ilhamsyah yang mengundang anggota PHI untuk berkompetisi elektoral melalui Partai Buruh jika PHI tidak berhasil lolos elektoral di tahun 2029. Agar tidak terulang pada kejadian sebelumnya dimana anggota PHI yang berkompetisi di partai lain tidak mempertangungjawabkan pencalonannya, Ilhamsyah menawarkan “anggota perlu diikat dengan kontrak politik dan datang secara kolektif melalui gerbong Blok Politik Hijau di Partai Buruh.”
Selain itu, Wilson Obrigado, Partai Rakyat Demokratik (PRD) mengusulkan perlu adanya dokumen formal resmi berupa manifesto kerjasama antara PHI dan Kompolnas untuk meresmikan dan menjaga akuntabilitas dari kerjasama.
Selain itu, Aldi dari SMKP juga mengajak anggota PHI untuk turut serta sebagai panitia dalam perhelatan Working Class Festival yang akan diadakan pada 31 Mei 2025 di Kabupaten Bekasi. Kerjasama jangka pendek lain yang dapat dikerjakan adalah Aksi May Day 2025 dan Pendidikan Kepengurusan yang akan dilakukan PHI pada 24 – 25 Mei 2025.
Kerjasama jangka pendek ini kemudian akan menopang kerjasama jangka panjang antara Kompolnas dan PHI yaitu menyusun roadmap visi kelas pekerja atas demokrasi di Indonesia.
Sementara itu, diskusi terakhir menyorot strategi pendidikan massal untuk membangun kesadaran kelas. Terinspirasi dari Organizing for Power, peserta membahas pentingnya memanfaatkan media seperti YouTube, animasi, dan komik sebagai alat pendidikan rakyat yang mudah diakses.
Terakhir acara ditutup dengan seruan bersama untuk membangun kolaborasi lintas gerakan, menyusun dokumen manifesto bersama, dan membentuk platform pendidikan politik rakyat. Harapannya, gerakan rakyat tidak hanya mampu bertahan, tapi juga tumbuh menjadi kekuatan politik alternatif yang solid, ideologis, dan terorganisir. (*)