Kabarphi
  • Home
  • Tentang Kami
  • Kabar Nasional
  • Kabar Daerah
  • Wacana
    • Esai
    • Analisis
  • Opini
  • Fenomena
    • Ekonomi
    • Politik
    • Komunitas
    • Lingkungan
    • Perempuan
  • Editorial
  • Resensi
No Result
View All Result
  • Home
  • Tentang Kami
  • Kabar Nasional
  • Kabar Daerah
  • Wacana
    • Esai
    • Analisis
  • Opini
  • Fenomena
    • Ekonomi
    • Politik
    • Komunitas
    • Lingkungan
    • Perempuan
  • Editorial
  • Resensi
No Result
View All Result
Kabarphi
No Result
View All Result
Home Wacana Esai

SELAMATKAN PESISIR PANTAI KAROSSA DAN MUARA SUNGAI SILAJA: RAKYAT BUKAN KAMBING HITAM

(Edisi: Turba 3 Sama Masyarakat Pesisir) Andi Alan Nuari, Partai Hijau Indonesia Sulawesi Selatan

AdminWeb by AdminWeb
April 7, 2025
in Esai
Reading Time: 12 mins read
0
SELAMATKAN PESISIR PANTAI KAROSSA DAN MUARA SUNGAI SILAJA: RAKYAT BUKAN KAMBING HITAM
0
SHARES
562
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

kabarphi.com –  Aktifitas produksi pertambangan itu telah  merobek, merusak, dan mengeruk kekayaan yang berasal dari tubuh bumi. Sekali lagi, tambang bukanlah anak kandung bangsa ia adalah hasil dari persekongkolan antara penguasa dan pengusaha. Tambang sebagai biang kerusakan telah membunuh harkat martabat manusia yang tak lain dan tak bukan adalah ibu pertiwi. Tambang berperan penting dalam perkembangan industri “raw materials inventory” berupa energi, konstruksi, dan manufaktur. Namun dibalik itu semua dapat dilihat bagaimana perubahan lanskap gambar setelah tambang itu berdampak, mulai dari rusaknya lingkungan seperti pencemaran air dan udara, hancurnya ekosistem dengan musnahnya habitat alami, dan hilangnya sumber mata pencaharian asli bagi masyarakat setempat yang terdampak.

Pemerintah seringkali menjadi sandera tambang. Menjadi sandera politik jatah preman mafia tambang. Transaksi berujung gratifikasi seperti “money laundering” dalam pasar gelap bernama Pemilu dimana kandidat maupun partai menerima donasi dari mafia tambang sebagai pihak ketiga yang sengaja disamarkan untuk menghindari audit perbankan dari otoritas keuangan. Perusahaan bayangan seperti perusahaan cangkang (shell company) yang dibelakangnya mafia tambang menjadi kedok pencucian uang dalam menyalurkan dana kampanye untuk membiayai kontrak iklan, alat peraga kampanye, jasa kampanye, dan bahkan pembelian suara (vote buying). Transaksi dalam pasar gelap bernama Pemilu inilah yang menyandera pemerintah—yang mau tidak mau dan suka tidak suka—menggunakan kekuasaannya untuk memuluskan jalannya tambang. Tambang tidak segan menggunakan supremasi hukum dan politik kekuasaan untuk melancarkan sindikat kejahatannya. Bahkan tidak segan-segan untuk membeli aparatur, akademisi, LSM, paramiliter, dan tokoh masyarakat untuk memastikan sindikat kejahatannya berhasil.

Media pro-tambang cenderung menggunakan opini seperti penggerak ekonomi, penyerap tenaga kerja, atau penunjang infrastruktur dalam menjelaskan manfaat tambang. Aktivis lingkungan dan masyarakat terdampak sering menggunakan istilah kerusakan lingkungan, kehancuran ekosistem dan kemusnahan habitat alami, dan kehilangan sumber mata pencaharian asli untuk menyoroti dampak negatif akibat tambang. Sedangkan Pemerintah cenderung menggunakan bahasa teknokratik, seperti “sustainable mining”, “green mining”, atau “Corporate Social Responsibility (CSR)”, untuk menunjukkan komitmen terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan meskipun pada praktiknya masih diperdebatkan. Perusahaan tambang dan Pemerintah sering kali memiliki akses lebih besar ke media dalam membangun narasi tambang sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang dominan. Aktivis lingkungan dan masyarakat terdampak sering termarjinalkan dalam narasi media sekalipun ada upaya mencoba melawan dengan gerakan sosial dan kampanye melalui media alternatif. Faktanya media mainstream bisa berpihak tergantung pada pemilik modalnya. Media mainstream yang dekat dengan industri cenderung menarasikan tambang secara positif. Sementara media independen cenderung menarasikan tambang secara negatif berdasarkan teoretis kritis aktivis lingkungan dan keluhan masyarakat terdampak.

Dalam “Critical Legal Studies (CLS)” dapat ditelisik bagaimana ketimpangan hukum yang berat sebelah lebih berpihak kepada tambang ketimbang masyarakat yang terdampak. Dapat dilihat bagaimana kebijakan itu dibuat hanya untuk melindungi kepentingan penguasa dan pemodal. Dalam kasus ini izin tambang PT. Alam Sumber Rezeki (ASR) dikeluarkan institusi terkait tanpa melibatkan masyarakat pesisir pantai Karossa dan muara sungai Silaja yang bakal terdampak tambang. UU Minerba cenderung mempermudah pihak tambang mendapatkan izin sementara masyarakat terdampak yang menolak tambang justru dikriminalisasi menggunakan delik pengancaman dan pengrusakan. Regulasi lingkungan sangat lemah dalam implementasinya. Sekalipun dalam perizinannya pihak tambang cacat secara prosedural dan dipastikan merusak lingkungan akan tetapi sangat muskil untuk diperkarakan secara hukum. CLS melihat bahwa regulasi maupun kebijakan dalam kasus ini lebih melindungi perusahaan tambang ketimbang masyarakat terdampak. CLS mengkritik “legal formalism” atau penerapan hukum secara kaku tanpa mempertimbangkan keadilan sosial. Dalam kasus ini perusahaan mungkin memiliki izin legal, akan etapi jika izin itu diperoleh tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial, maka izin tersebut tidak sah secara etika dan moral. CLS menolak pendekatan hukum yang hanya berdasarkan legalitas formal tanpa melihat dampaknya terhadap lingkungan dan juga masyarakat setempat. Oleh sebab itu, hukum yang hanya menekankan legalitas formal tanpa memperhatikan keadilan sosial berbasis kearifan ekologis harus dilawan.

Hukum progresif dikembangkan oleh Prof. Satjipto Rahardjo yang menekankan hukum itu tidak hanya sekadar peraturan tertulis, melainkan alat untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial. Hukum progresif tidaklah kaku, melainkan fleksibel dan berpihak pada kepentingan rakyat. Apa bila suatu aturan hukum merugikan masyarakat dan lingkungan, maka hukum tersebut haruslah dapat diubah atau ditafsirkan secara progresif agar berpihak pada keadilan sosial dan ekologis. Pemerintah lebih fokus pada investasi yang menurutnya menunjang pendapatan daerah dari pada mengutamakan kesejahteraan sosial. Hukum harus diubah atau ditafsirkan ulang agar lebih memihak kepada masyarakat dan lingkungan. Regulasi maupun kebijakan tambang harus berdasarkan aspirasi masyarakat terdampak, bukan hanya kepentingan perusahaan tambang. Hukum progresif menolak legalitas formal yang kaku, yaitu penerapan hukum yang hanya berdasarkan aturan tertulis tanpa melihat keadilan substantif.

Diskursus “Feminist Legal Studies (FLS)” menggunakan pendekatan hukum untuk meneliti bagaimana hukum memperkuat ketidakadilan gender, menormalisasi eksploitasi perempuan, dan mengabaikan pengalaman perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam industri ekstraktif seperti pertambangan. Pendekatan ini berusaha menganalisis hukum dari perspektif perempuan dan kelompok rentan, serta mengusulkan reformasi hukum untuk menghapuskan diskriminasi gender yang dilembagakan dalam sistem hukum. FLS berpendapat bahwa hukum tidak netral karena lebih condong berpihak pada kepentingan laki-laki dan kelompok elite. Regulasi pertambangan cenderung mengutamakan keuntungan ekonomi dan kepentingan pemodal yang bersifat “testis” memperkosa ibu pertiwi, tanpa mempertimbangkan dampak spesifik terhadap perempuan. Hukum pertambangan dan lingkungan tidak memiliki mekanisme spesifik untuk melindungi perempuan dari dampak negatif tambang seperti kehilangan akses terhadap sumber daya alam, kesehatan, dan keselamatan hidupnya. Oleh karenanya penting bagi perempuan menuntut reformasi hukum yang memasukkan perspektif gender dalam kebijakan pertambangan dan lingkungan. Memastikan setiap izin tambang harus melalui kajian dampak gender sebelum diberikan. FLS melihat bahwa kerusakan lingkungan akibat tambang secara langsung berdampak lebih besar pada perempuan, karena peran tradisional perempuan dalam mengurus keluarga dan komunitas. Pencemaran akibat tambang mempersulit perempuan dalam mengurus urusan domestiknya. Perempuan lebih terdampak oleh pencemaran lingkungan akibat tambang karena perempuan lebih sering bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan keluarganya.

Pendekatan “Environmental Ethics” (Etika Lingkungan) menolak eksploitasi lingkungan yang hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak ekologis dan kesejahteraan makhluk hidup lainnya. Dalam konteks penolakan PT. ASR di Sulawesi Barat, “Environmental Ethics” menolak industri tambang yang merusak ekosistem, mengancam kehidupan manusia dan spesies lain, serta tidak mempraktikkan keadilan ekologis. Salah satunya dalam “Deep Ecology” atau Ekologi Dalam yang menekankan bahwa alam memiliki nilai intrinsik, bukan hanya sebagai sumber daya bagi manusia. Tambang hanya melihat alam sebagai komoditas yang bisa dieksploitasi untuk keuntungan ekonomi. Ekosistem di Sulawesi Barat yang kaya keanekaragaman hayati akan rusak akibat aktivitas tambang. Flora dan fauna endemik akan terancam punah, menghilangkan keseimbangan ekologi yang telah terbentuk selama ribuan tahun. Pentingnya memahami “Land Ethic” oleh Aldo Leopold yang menekankan bahwa manusia harus hidup selaras dengan alam dan bertanggung jawab terhadap keseimbangan ekologi. Tambang telah mengubah lanskap alam secara drastis dan tidak bisa diperbaiki dalam jangka pendek. Kerusakan tanah akibat tambang menyebabkan degradasi lingkungan yang sulit dikembalikan ke kondisi semula. Sangatlah penting “Justice for Future Generations” (Keadilan bagi Generasi Mendatang) dalam “Environmental Ethics” yang menekankan bahwa keputusan saat ini harus mempertimbangkan dampaknya terhadap generasi mendatang. Tambang meninggalkan beban ekologi bagi anak cucu kita. Generasi mendatang akan kehilangan sumber daya alam yang telah dieksploitasi habis-habisan. Tambang meninggalkan dampak jangka panjang berupa lahan kritis, hilangnya biodiversitas, dan krisis ekologi. Sudah menjadi tanggung jawab bagi semua generasi untuk menyuarakan penolakan tambang yang tidak mempertimbangkan hak-hak generasi mendatang. Sudah menjadi tanggung jawab bagi semua generasi ngembangkan kebijakan lingkungan yang berorientasi pada keberlanjutan jangka panjang.

Dalam “Ethics of Rights” (Etika Hak) menitikberatkan hak asasi manusia, hak lingkungan, dan hak masyarakat dalam menghadapi eksploitasi alam. Berbeda lagi dengan “Ethics of Care” (Etika Kepedulian) yang lebih menitikberatkan pada hubungan sosial, tanggung jawab moral, dan kepedulian terhadap komunitas serta lingkungan yang terkena dampak dari keputusan ekonomi dan industri ekstraktif seperti pertambangan. Pada praktiknya tambang sering beroperasi di wilayah komunitas lokal berbasis tradisional tanpa persetujuan dan melanggar hak masyarakat sumber daya alam dan keberlangsungan hidupnya. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 menegaskan bahwa tanah adat tidak boleh dieksploitasi tanpa persetujuan komunitas lokal berbasis tradisional. Selain itu tambang menyebabkan kerusakan lingkungan yang berdampak jangka panjang, mengancam hak generasi mendatang atas lingkungan yang layak huni. Sedangkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Perlu diketahui “Rights of Nature” atau “Earth Rights” adalah prinsip hukum yang mengakui bahwa alam bukan hanya objek eksploitasi manusia, tetapi memiliki hak hukum yang sama pentingnya dengan hak manusia yang harus dilindungi. Pendekatan ini menolak paradigma antroposentris yang dimana manusia sebagai pusat, melainkan menggunakan paradigma ekosentris yang dimana alam sebagai entitas yang memiliki hak intrinsik untuk hidup dan berkembang. Adapun dasar-dasar hukum dan preseden internasional, antara lain:

  1. Konstitusi Ekuador 2008 yang mengakui bahwa alam memiliki hak untuk hidup, lestari, dan dipulihkan;
  2. Undang-Undang Hak Sungai Whanganui (Selandia Baru, 2017) yang memberikan hak hukum kepada sungai sebagai entitas hidup; dan-
  3. Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Ibu Pertiwi (2010) yang mengakui hak alam untuk dilindungi dari eksploitasi manusia.

Seharusnya Pemerintah menggunakan konsep “Legal Standing” bagi alam. Jika “Rights of Nature” diakui maka laut dan muara sungai bahkan habitat alami yang hidup dari situ dapat diwakili secara hukum untuk menggugat perusahaan tambang. Sebagai contoh, masyarakat di Ekuador menggunakan “Rights of Nature” untuk menuntut perusahaan yang merusak hutan Amazon. Oleh karenanya pentingnya prinsip “restorative justice” bagi alam, apa bila alam memiliki hak, maka perusahaan tambang yang merusak harus bertanggung jawab untuk memulihkan hak alam. Maka dari itu Izin tambang yang hanya mempertimbangkan ekonomi tanpa memperhitungkan hak-hak alam harus dibatalkan. Persetujuan lingkungan harus didasarkan pada kesejahteraan alam, bukan hanya kepentingan segelintir orang saja. Dalam analisis kelas, kita akan melihat bagaimana perusahaan tambang merugikan kelas pekerja seperti pekebun, petambak, dan nelayan. Lapangan kerja yang disediakan oleh tambang tidak memberi kesejahteraan bagi buruh dan masyarakat sekitar. Buruh tambang hanya menjadi alat produksi yang dipekerjakan dengan upah rendah dengan kondisi kerja yang buruk. Perusahaan tambang sering menggunakan tenaga kerja kontrak atau outsourcing yang membuat buruh tidak mendapatkan perlindungan jaminan sosial. Tambang merampas hak pekerja tradisional seperti pekebun, petambak, dan nelayan yang kehilangan akses terhadap laut dan muara sungainya yang dikonversi menjadi wilayah tambang. Laut dan muara sungai sebagai sumber penghidupan komunitas lokal berbasis tradisional dihancurkan oleh tambang, menyebabkan hilangnya ekonomi berbasis kerakyatan.

Maka sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala bersama orang-orang saleh yang menolak tambang:

  1. Al-A’raf (7): 56

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: Dan janganlah Kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepadanya dengan rasa takut dan penuh harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.

  1. Al-Baqarah (2): 205

وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ

Artinya: Dan apabila ia berpaling, ia berjalan di bumi untuk membuat kerusakan, dan membinasakan tanaman-tanaman serta binatang ternak; dan Allah tidak menyukai kerusakan.

  1. Asy-Syu’ara (26): 183

وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Artinya: Dan janganlah Kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah Kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.

  1. An-Nisa (4): 29

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah Kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.

  1. Ar-Rahman (55): 7-9

وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ ۝ أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ ۝ وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ

Artinya: Dan Allah telah meninggikan langit, dan Dia meletakkan keseimbangan, supaya Kamu jangan merusak keseimbangan itu.

  1. Al-Hasyr (59): 7

كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةًۭ بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنكُمْ

Artinya: Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara Kamu.

 

Adapun dasar hukum terkait yang sesuai dengan hierarki perundang-undangan di Indonesia, antara lain:

  1. UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) yang mengatur bahwa sumber daya alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat.
  2. UUD 1945 Pasal 28H yang menjamin hak atas lingkungan yang sehat.
  3. UU Nomor 3 Tahun 2020 yang mengatur perizinan usaha pertambangan.
  4. UU Nomor 32 Tahun 2009 yang mengatur dampak lingkungan dari pertambangan.
  5. UU Nomor 39 Tahun 1999 (HAM) yang menjamin hak hidup dalam lingkungan yang sehat.
  6. UU Nomor 9 Tahun 1998 yang menjadi perlindungan aktivis lingkungan.
  7. UU Nomor12 Tahun 2005 yang menjamin kebebasan berekspresi.
  8. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2010 yang mengatur wilayah pertambangan.
  9. PP Nomor 96 Tahun 2021 yang mengatur pelaksanaan usaha pertambangan.
  10. PP Nomkr 78 Tahun 2010 yang mengatur reklamasi dan pascatambang.
  11. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 yang mengatur pengembangan mineral untuk baterai listrik.
  12. Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2018 yang mengatur kaidah pertambangan yang baik.
  13. Permen LHK Nomor 4 Tahun 2012 yang mengatur panduan AMDAL pertambangan.

Adapun Hukum Internasional terkait yang telah diratifikasi, antara lain:

  1. Konvensi dan Perjanjian Internasional UNCLOS 1982 (Ratifikasi: UU Nomor 17 Tahun 1985) yang mengatur Hak eksplorasi sumber daya laut.
  2. Konvensi Basel 1989 (Ratifikasi: Keppres Nomor 61 Tahun 1993) yang mengatur pengelolaan limbah berbahaya.
  3. Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) 1992 (Ratifikasi: UU Nomor 5 Tahun 1994) yang mengatur konservasi lingkungan dalam pertambangan.
  4. Konvensi ILO Nomor 176 (2000) (Ratifikasi: UU Nomor 1 Tahun 2000) yang mengatur standar keselamatan pekerja tambang.
  5. Konvensi Stockholm (2001) (Ratifikasi: UU Nomor 19 Tahun 2009) yang mengatur pengendalian polutan beracun.
  6. Perjanjian Paris 2015 (Ratifikasi: UU Nomor 16 Tahun 2016) yang mengatur lengurangan emisi industri tambang.
  7. Konvensi Minamata (2013) (Ratifikasi: UU Nomor 11 Tahun 2017) yang mengatur pengendalian merkuri dalam pertambangan.

Adapun dasar hukum yang melindungi Aktivis Lingkungan:

  1. UU Nomor 32 Tahun 2009 (Pasal 66) yang menjamin Aktivis Lingkungan tidak bisa dituntut baik itu secara pidana ataupun perdata.
  2. Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 larangan represifitas aparat terhadap demonstrasi lingkungan.

Adapun dasar hukum mengenai perampasan ruang hidup sebagai pelanggaran HAM berat:

  1. Jika dilakukan secara sistematis, meluas, dan disengaja, dapat dianggap kejahatan terhadap kemanusiaan (Statuta Roma Pasal 7).
  2. Jika merampas hak masyarakat adat, bisa dianggap pemusnahan budaya (Konvensi Genosida 1948).

Sampai saat ini sudah ada 17 orang masyarakat terdampak wilayah pesisir pantai Karossa yang diambil keterangannya sebagai saksi oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Barat (Polda Sulbar). Tidak hanya masyarakat terdampak wilayah pesisir pantai Karossa, masyarakat terdampak wilayah muara sungai Silaja pun rentan dikriminalisasi. Pastikan kabar ini tidak berhenti di tanganmu. Sebarluaskan kabar ini sebagai peringatan, Indonesia benar-benar gelap dan dalam keadaan tidak baik-baik saja.

“Jika hatimu bergetar melihat ketidakadilan, maka kita adalah kawan seperjuangan.” tutupku mengutip Ernesto Guevara de la Serna.

#SelamatkanPesisir #RakyatBukanKambingHitam

Delta Karossa – Silaja, Sabtu, 22 Maret 2025

AdminWeb

AdminWeb

Kabar PHI adalah portal berita yang berfokus pada kabar-kabar terbaru di Indonesia, dengan tujuan menjadi sumber informasi utama bagi para pekerja, pengusaha, praktisi hukum, dan masyarakat umum. Kami berdedikasi untuk menyajikan berita yang akurat, analisis yang mendalam, serta panduan praktis yang dapat membantu masyarakat mendapatkan kabar terbaru.

Related Posts

Krisis Industri, Derita Buruh, dan Jalan Ekososialis
Esai

Krisis Industri, Derita Buruh, dan Jalan Ekososialis

May 15, 2025
Indonesia Gelap: Jalan menuju Indonesia Baru
Esai

Indonesia Gelap: Jalan menuju Indonesia Baru

May 4, 2025
Next Post
Membincang Papua: Ketimpangan Ekstraktif dan Perlawanan Warga di Tengah Militerisasi

Membincang Papua: Ketimpangan Ekstraktif dan Perlawanan Warga di Tengah Militerisasi

Program Ekososialis: Gagasan Awal

Program Ekososialis: Gagasan Awal

Tugas Ganda Demokrasi Ekososialisme

Tugas Ganda Demokrasi Ekososialisme

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Rekomendasi

Lebih Dari Raising Awareness

Lebih Dari Raising Awareness

10 months ago
PHI Ikut Soroti Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan dan Minimnya Keterwakilan dalam Politik

PHI Ikut Soroti Kekerasan terhadap Jurnalis Perempuan dan Minimnya Keterwakilan dalam Politik

1 month ago
Pendidikan Kepengurusan Perdana PHI 2025: Menyemai Kader Hijau yang Progresif dan Berwawasan Lokal

Pendidikan Kepengurusan Perdana PHI 2025: Menyemai Kader Hijau yang Progresif dan Berwawasan Lokal

7 hours ago
Di Tengah Deflasi, Negara Berhasil Kurangi Jumlah Kelas Menengah, Misi Sukses Sejahterakan Oligarki

Di Tengah Deflasi, Negara Berhasil Kurangi Jumlah Kelas Menengah, Misi Sukses Sejahterakan Oligarki

9 months ago

Kategori

  • Editorial
  • Ekonomi
  • Esai
  • Fenomena
  • Kabar Daerah
  • Kabar Nasional
  • Komunitas
  • Lingkungan
  • Opini
  • Politik
  • Resensi
  • Wacana

Pencarian Berdasarkan Tag

Ekososialisme konde.co Partai Buruh Partai Hijau Indonesia PHI PHI Sulsel

Berita Populer

Program Ekososialis: Gagasan Awal
Resensi

Program Ekososialis: Gagasan Awal

by AdminWeb
April 7, 2025
0

kabarphi.com - Ditengah ambang batas 1.5°C yang telah ditetapkan, emisi karbon terus meningkat dan alam semakin rusak,...

SELAMATKAN PESISIR PANTAI KAROSSA DAN MUARA SUNGAI SILAJA: RAKYAT BUKAN KAMBING HITAM

SELAMATKAN PESISIR PANTAI KAROSSA DAN MUARA SUNGAI SILAJA: RAKYAT BUKAN KAMBING HITAM

April 7, 2025
Partai Hijau Indonesia Desak Pencabutan Izin Tambang PT. ASR di Pesisir Karossa dan Silaja

Partai Hijau Indonesia Desak Pencabutan Izin Tambang PT. ASR di Pesisir Karossa dan Silaja

April 29, 2025
Melawan untuk Merebut: Kerjasama Politik antara Komite Politik Nasional dan Partai Hijau indonesia

Melawan untuk Merebut: Kerjasama Politik antara Komite Politik Nasional dan Partai Hijau indonesia

April 29, 2025
Tugas Ganda Demokrasi Ekososialisme

Tugas Ganda Demokrasi Ekososialisme

April 20, 2025

Berita Terbaru

Hijau Muda Hadir di Festival Kelas Pekerja: Politik Hijau, Ekspresi Perlawanan, dan Ruang Kolaborasi

Pendidikan Kepengurusan Perdana PHI 2025: Menyemai Kader Hijau yang Progresif dan Berwawasan Lokal

Mengurai Ekofeminisme dan Perlawanan Masyarakat Adat di Samarinda

Krisis Industri, Derita Buruh, dan Jalan Ekososialis

SDK dan Derita yang Belum Disudahi: Dari Sulawesi Barat, Seruan Ekososialis Menggema

Kabarphi

Selamat datang di kabarphi.com, portal informasi yang bisa kamu gunakan untuk mencari tahu kabar paling baru dari Partai Hijau Indonesia.

Informasi

  • Tentang Kami
  • Redaksi

© 2024 Kabar PHI. All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Tentang Kami
  • Kabar Nasional
  • Kabar Daerah
  • Wacana
    • Esai
    • Analisis
  • Opini
  • Fenomena
    • Ekonomi
    • Politik
    • Komunitas
    • Lingkungan
    • Perempuan
  • Editorial
  • Resensi

© 2024 Kabar PHI . All rights reserved