Makassar, kabarphi.com — Partai Hijau Indonesia (PHI) bersama masyarakat pesisir Karossa dan muara Sungai Silaja, Sulawesi Barat, menyatakan penolakan keras terhadap aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT. Alam Sumber Rezeki (ASR). Dalam pernyataan sikap yang dirilis hari ini, mereka menilai kehadiran tambang bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam kehidupan sosial dan ekonomi warga setempat.
“Tambang bukanlah solusi, melainkan sumber konflik dan kerusakan. Alih-alih membawa kesejahteraan, ia justru menciptakan kemiskinan ekologis, konflik agraria, dan kriminalisasi terhadap warga,” tegas Andi Alan Nuari, Anggota PHI Sulawesi Selatan.
Mereka menilai praktik perizinan tambang ASR cacat secara prosedural karena dilakukan tanpa partisipasi masyarakat. Meski secara hukum mungkin legal, secara etika dan moral, izin tersebut dianggap batal. “Pendekatan hukum yang hanya menekankan legalitas formal tanpa mempertimbangkan keadilan substantif adalah bentuk kekerasan struktural,” ujar Andi.
Dalam pernyataan sikapnya, PHI menuding tambang sebagai bentuk persekongkolan antara pemodal dan penguasa yang menjadikan masyarakat sebagai kambing hitam. Terlebih, mereka menolak narasi pemerintah yang menyebut tambang sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi. Menurut mereka, yang terjadi justru sebaliknya, yakni ruang hidup masyarakat nelayan, petambak, pekebun, hingga perempuan semakin tergerus dan tergusur.
Atas dasar itu, PHI Sulsel menyampaikan lima tuntutan utama:
- Mencabut izin pertambangan PT. ASR di wilayah pesisir Karossa dan muara Silaja.
- Menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat penolak tambang.
- Melakukan evaluasi terhadap kebijakan perizinan tambang yang merugikan rakyat dan lingkungan.
- Melibatkan masyarakat Karossa dan Silaja secara penuh dalam proses pengambilan keputusan.
- Mendesak PT. ASR menghentikan intimidasi dan diskriminasi terhadap warga.
“Rakyat bukan kambing hitam. Pesisir Karossa dan muara Silaja adalah ruang hidup yang diwariskan secara turun-temurun. Tidak boleh dipersempit hanya demi kepentingan modal,” tandasnya.
Pernyataan ini ditutup dengan seruan perjuangan “Selamatkan alam yang berarti selamatkan masa depan. Hidup Rakyat! Hidup Perempuan! Hidup Alam!”