Kabarphi
  • Home
  • Tentang Kami
  • Kabar Nasional
  • Kabar Daerah
  • Wacana
    • Esai
    • Analisis
  • Opini
  • Fenomena
    • Ekonomi
    • Politik
    • Komunitas
    • Lingkungan
    • Perempuan
  • Editorial
  • Resensi
No Result
View All Result
  • Home
  • Tentang Kami
  • Kabar Nasional
  • Kabar Daerah
  • Wacana
    • Esai
    • Analisis
  • Opini
  • Fenomena
    • Ekonomi
    • Politik
    • Komunitas
    • Lingkungan
    • Perempuan
  • Editorial
  • Resensi
No Result
View All Result
Kabarphi
No Result
View All Result
Home Editorial

Enam Dekade Setelah 1965 Pola Lama dalam Wajah Baru Rezim

AdminWeb by AdminWeb
October 8, 2025
in Editorial, Esai
Reading Time: 4 mins read
0
Enam Dekade Setelah 1965 Pola Lama dalam Wajah Baru Rezim
43
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Editorial kabarphi.com – Enam puluh tahun telah berlalu sejak sejarah paling kelam bangsa ini: pembantaian massal dan genosida anti-komunis 1965–1966. Dalam tragedi itu, antara 500.000 hingga satu juta jiwa rakyat Indonesia dibunuh oleh negara dan milisi sipil atas nama “penumpasan PKI”, dengan restu dan bantuan politik maupun logistik dari kekuatan imperialis seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman.

Darah dan kebohongan dari genosida itulah yang menjadi fondasi bagi berdirinya kekuasaan Orde Baru sebuah rezim yang menukar akal sehat dengan ketakutan, menukar kebenaran dengan propaganda, dan menukar kemanusiaan dengan stabilitas semu.

Namun enam puluh tahun kemudian, pola pengkambinghitaman itu tak kunjung hilang. Negara mungkin berganti wajah, tapi wataknya sama: otoritarianisme yang takut pada rakyatnya sendiri.

Narasi “PKI bangkit” terus dijadikan alat politik untuk menakut-nakuti masyarakat dan membungkam oposisi. Kini, ketika bayangan komunisme tak lagi relevan dijadikan musuh imajiner, rezim menemukan kambing hitam baru: “anarko”.

Sejak aksi Hari Buruh 2018 di Yogyakarta hingga gelombang demonstrasi Agustus–September 2025, kita menyaksikan bagaimana aparat menggunakan stigmatisasi “anarko” dan “provokator” untuk membenarkan kekerasan terhadap rakyat.

Di Bandung, puluhan gas air mata ditembakkan ke dalam kampus dengan dalih “mengejar provokator”. Empat puluh dua orang ditangkap dan dicap sebagai “anarko”. Di Samarinda, polisi memajang molotov dan poster bergambar palu-arit sebagai “barang bukti penunggang demo”.

Logika yang sama, aroma ketakutan yang sama: setiap perlawanan rakyat dianggap ancaman terhadap kekuasaan, bukan panggilan keadilan.
Dalam banyak kasus, represi itu juga berlapis gender. Perempuan yang bersuara dikriminalisasi, dilecehkan secara verbal, bahkan dipermalukan di ruang publik. Kasus FL dan LFK hanya dua contoh dari banyak korban yang menanggung luka berlapis akibat ketidakadilan struktural dan kekerasan negara.

Pola penguasa yang mencari kambing hitam setiap kali rakyat marah adalah pola klasik fasisme. Mereka menciptakan musuh imajiner  “PKI”, “anarko”, “antek asing”, “provokator”  untuk mengalihkan perhatian dari sumber amarah sesungguhnya: ketimpangan ekonomi, korupsi kekuasaan, dan kegagalan sistem politik dalam memenuhi hak-hak rakyat.

Ketika rakyat menuntut keadilan, negara menjawab dengan gas air mata.
Ketika rakyat menanyakan kebenaran, negara menjawab dengan propaganda.
Ketika rakyat menolak lupa, negara menuduh mereka subversif.

Kambing hitam hanyalah alat untuk mempertahankan tatanan yang timpang tatanan di mana segelintir orang menguasai sumber daya dan menentukan nasib jutaan lainnya.

Komunisme dan anarkisme, seberapapun disalahpahami, memiliki benang merah: keduanya menolak sistem yang memusatkan kekayaan dan kekuasaan di tangan segelintir orang, dan menuntut keadilan sosial yang sejati. Justru karena itulah kelas penguasa  baik di masa lalu maupun hari ini melihat gagasan-gagasan itu sebagai ancaman. Mereka takut, bukan karena gagasan itu salah, tapi karena gagasan itu benar-benar menyingkap kebusukan sistem yang mereka pertahankan.

Ketika rakyat mulai bertanya mengapa hidup semakin sulit di tengah pertumbuhan ekonomi yang katanya “baik-baik saja”, saat itulah negara panik. Dan kepanikan itu diwujudkan dalam kekerasan, penangkapan, dan stigmatisasi.

Enam puluh tahun setelah genosida 1965, negara masih gagal melaksanakan kewajiban dasarnya: membuka kebenaran sejarah, mengakui kejahatan kemanusiaan masa lalu, dan memberikan keadilan bagi para korban. Ironisnya, alih-alih menyembuhkan luka, negara justru terus melanggengkan pola kekerasan yang sama  hanya berganti nama dan simbol.

Bangsa yang besar bukanlah bangsa yang menutupi dosanya, melainkan bangsa yang berani mengakuinya. Bangsa yang demokratis bukanlah yang menuntut rakyat diam, melainkan yang mendengarkan suara paling kecil sekalipun.

Tugas kita sebagai rakyat bukanlah menunggu negara sadar, tapi merawat ingatan, membangun solidaritas, dan meneruskan perjuangan mereka yang dikriminalisasi karena berani melawan. Setiap narasi palsu akan runtuh oleh ingatan kolektif yang tak mau dibungkam.

Partai Hijau Indonesia berdiri bersama semua korban kriminalisasi, semua tahanan politik, dan semua kelompok yang dijadikan kambing hitam oleh kekuasaan.
Karena dalam sistem yang menindas, setiap orang yang memperjuangkan keadilan adalah “dalang” bagi perubahan.

Tidak ada seorang pun yang bebas sampai semuanya bebas.

 

Penulis : Rajendra (PHI)

AdminWeb

AdminWeb

Kabar PHI adalah portal berita yang berfokus pada kabar-kabar terbaru di Indonesia, dengan tujuan menjadi sumber informasi utama bagi para pekerja, pengusaha, praktisi hukum, dan masyarakat umum. Kami berdedikasi untuk menyajikan berita yang akurat, analisis yang mendalam, serta panduan praktis yang dapat membantu masyarakat mendapatkan kabar terbaru.

Related Posts

Krisis Industri, Derita Buruh, dan Jalan Ekososialis
Esai

Krisis Industri, Derita Buruh, dan Jalan Ekososialis

May 15, 2025
Indonesia Gelap: Jalan menuju Indonesia Baru
Esai

Indonesia Gelap: Jalan menuju Indonesia Baru

May 4, 2025
SELAMATKAN PESISIR PANTAI KAROSSA DAN MUARA SUNGAI SILAJA: RAKYAT BUKAN KAMBING HITAM
Esai

SELAMATKAN PESISIR PANTAI KAROSSA DAN MUARA SUNGAI SILAJA: RAKYAT BUKAN KAMBING HITAM

April 7, 2025

Rekomendasi

Melawan Stigma, Menyelamatkan Demokrasi: Hak Politik ODGJ Adalah Hak Semua Warga

Melawan Stigma, Menyelamatkan Demokrasi: Hak Politik ODGJ Adalah Hak Semua Warga

2 weeks ago
Hijau Muda Hadir di Festival Kelas Pekerja: Politik Hijau, Ekspresi Perlawanan, dan Ruang Kolaborasi

Hijau Muda Hadir di Festival Kelas Pekerja: Politik Hijau, Ekspresi Perlawanan, dan Ruang Kolaborasi

4 months ago
Agenda Rutin Ngobrol Ekososialisme, Partai Hijau Indonesia

Agenda Rutin Ngobrol Ekososialisme, Partai Hijau Indonesia

1 year ago
Kutuk Invansi Israel di Gaza, Pendudukan Wilayah Palestina dan Serangan di Lebanon

Kutuk Invansi Israel di Gaza, Pendudukan Wilayah Palestina dan Serangan di Lebanon

12 months ago

Kategori

  • Editorial
  • Ekonomi
  • Esai
  • Fenomena
  • Kabar Daerah
  • Kabar Nasional
  • Komunitas
  • Lingkungan
  • Opini
  • Politik
  • Resensi
  • Wacana

Pencarian Berdasarkan Tag

Ekososialisme konde.co Partai Buruh Partai Hijau Indonesia PHI PHI Sulsel

Berita Populer

SELAMATKAN PESISIR PANTAI KAROSSA DAN MUARA SUNGAI SILAJA: RAKYAT BUKAN KAMBING HITAM
Esai

SELAMATKAN PESISIR PANTAI KAROSSA DAN MUARA SUNGAI SILAJA: RAKYAT BUKAN KAMBING HITAM

by AdminWeb
April 7, 2025
0

kabarphi.com -  Aktifitas produksi pertambangan itu telah  merobek, merusak, dan mengeruk kekayaan yang berasal dari tubuh bumi....

Program Ekososialis: Gagasan Awal

Program Ekososialis: Gagasan Awal

April 7, 2025
Partai Hijau Indonesia Desak Pencabutan Izin Tambang PT. ASR di Pesisir Karossa dan Silaja

Partai Hijau Indonesia Desak Pencabutan Izin Tambang PT. ASR di Pesisir Karossa dan Silaja

April 29, 2025
Melawan untuk Merebut: Kerjasama Politik antara Komite Politik Nasional dan Partai Hijau indonesia

Melawan untuk Merebut: Kerjasama Politik antara Komite Politik Nasional dan Partai Hijau indonesia

April 29, 2025
Tugas Ganda Demokrasi Ekososialisme

Tugas Ganda Demokrasi Ekososialisme

April 20, 2025

Berita Terbaru

Enam Dekade Setelah 1965 Pola Lama dalam Wajah Baru Rezim

Pemisahan Pemilu dan Pilkada Dinilai Untungkan Partai Alternatif

Melawan Stigma, Menyelamatkan Demokrasi: Hak Politik ODGJ Adalah Hak Semua Warga

Taman Nasional Jadi Kedok Perampasan, PHI, AMAN & WALHI Serukan Perlawanan

Hijau Muda Hadir di Festival Kelas Pekerja: Politik Hijau, Ekspresi Perlawanan, dan Ruang Kolaborasi

Kabarphi

Selamat datang di kabarphi.com, portal informasi yang bisa kamu gunakan untuk mencari tahu kabar paling baru dari Partai Hijau Indonesia.

Informasi

  • Tentang Kami
  • Redaksi

© 2024 Kabar PHI. All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Tentang Kami
  • Kabar Nasional
  • Kabar Daerah
  • Wacana
    • Esai
    • Analisis
  • Opini
  • Fenomena
    • Ekonomi
    • Politik
    • Komunitas
    • Lingkungan
    • Perempuan
  • Editorial
  • Resensi

© 2024 Kabar PHI . All rights reserved