kabarphi.com – Artikel ini berisi paparan Safa (1990) tentang penyebab, pendorong, orientasi gerakan perempuan di Amerika Latin. Ia ingin menunjukkan bahwa, sejatinya, kekuatan legislatif bisa dibangun dari akar rumput. Awalnya, gerakan perempuan di Amerika Latin ini muncul untuk merespon krisis ekonomi yang membuat kebutuhan untuk reproduksi, seperti kesehatan, pangan, pendidikan, jadi sulit dijangkau. Tujuannya adalah saling menguatkan, dengan melakukan hal-hal yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari secara bersama-sama atau kolektif. Bentuk gerakan yang paling lazim adalah mendirikan dapur umum, workshop menjahit, day-care center untuk anak, serta pusat rehabilitasi dari kekerasan seksual. Kelas masyarakat yang mengalami kesulitan ini adalah kaum miskin kota, dan terutama perempuan yang secara tradisional punya peran mengasuh dan merawat anak-anak. Sehingga, sering disebut jika perempuan miskin kota adalah pelaku gerakan perempuan di Amerika Latin.
Artikel Safa (1990) ini berdasarkan situasi di Chile, Brazil, dan Peru pada dekade 1980-an. Kala itu, selain krisis ekonomi, masyarakat juga harus berhadapan dengan represi dari rezim militer. Rezim militer membuat gerakan atau tuntutan yang bersifat politis sulit untuk dilakukan, karena beresiko dicederai penguasa. Sebaliknya, gerakan-gerakan di ruang publik, seperti dapur umum, workshop garmen, dan day-care center, dianggap non-politis dan relatif aman. Alhasil, gerakan perempuan miskin kota ini ‘diperbolehkan’ dan merebak. Di Santiago, Chile, pernah ada 768 organisasi gerakan-gerakan kolektif di ruang publik. Di, Lima, Peru, ada sejumlah 300 unit dapur umum, termasuk kelompok perempuan yang mengorganisir belanja grosir untuk 15 sampai 50 unit rumah agar harga komoditas bisa jauh lebih murah. Gerakan-gerakan perempuan miskin kota ini dianggap jauh dari tendensi mengkritik penguasa dan merebut kekuasaan. Para feminis pun sempat mengkritik gerakan ini, karena tidak memperjuangkan apa-apa terhadap kemiskinan dan posisi subordinat perempuan. Gerakan-gerakan ini hanya dilihat sebagai ajang konsumsi secara kolektif, melanggengkan patriarki, dan tidak melakukan perlawanan terhadap sistem yang menyebabkan krisis dan represi rezim (hal. 361).
Secara umum, gerakan perempuan di Amerika Latin memang berbeda dengan Eropa Barat dan Amerika Serikat. Mengutip catatan Elizabeth Jelin (1987), Safa (1990) menuliskan bahwa gerakan perempuan Amerika Latin adalah upaya untuk menguatkan posisi mereka sebagai istri dan ibu. Ketika krisis terjadi, gerakan mereka di ruang publik adalah untuk memecahkan persoalan terkait kelangsungan peran mereka di dalam rumah tangga, seperti dapur umum dan day-care center. Ini berbeda dengan gerakan perempuan di Eropa Barat dan Amerika Serikat yang bertujuan menegasikan batas-batas gender di ruang publik, sehingga perempuan bisa punya kesempatan berpartisipasi setara laki-laki. Perbedaan orientasi ini bukan lantas menjadikan gerakan perempuan Amerika Latin tidak punya nilai perlawanan. Safa (1990) berargumen, justru dengan menjalankan perannya sebagai istri dan ibu, para perempuan Amerika Latin jadi punya legitimasi untuk bergerak di ruang publik agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan reproduksi, seperti kesehatan, pangan, dan pendidikan (hal. 361 – 362).
Dalam perjalanannya, gerakan perempuan Amerika Latin tidak mandek dengan kegiatan makan bersama. Dapur umum, day care center, workshop menjahit, dan lain-lain, membuat perempuan miskin kota berjejaring sekaligus melunturkan sekat-sekat kelas sosial ekonomi dalam masyarakat. Safa (1990) menyatakan jika gerakan-gerakan ini mempertemukan perempuan miskin kota dengan berbagai kelompok, misalnya feminis kelas menengah, masyarakat adat, serikat buruh, petani, pemuda, dan aktivis hak asasi manusia (hal. 356). Pertemuan ini membentuk kekuatan sosial, yang menjadi materi untuk memperluas cakupan gerakan dari tujuan menguatkan sesama menjadi menuntut rezim. Didesak kebutuhan rumah tangga yang pemenuhannya, tidak bisa tidak, memerlukan kekuatan lebih besar dari skala lingkungan hunian, gerakan perempuan Amerika Latin turun ke jalan menuntut rezim memperbaiki dan meningkatkan fasilitas publik seperti pengadaan air bersih, pengaliran energi listrik, dan sarana transportasi. Aksi-aksi berhadapan dengan rezim, atau pemerintah, mengantarkan gerakan perempuan masuk ke ranah politik.
Jika tadi dikatakan bahwa krisis ekonomi dan represi rezim militer menjadi penyebab, sebenarnya ada beberapa faktor pendorong kelahiran gerakan perempuan ini. Pertama, adalah program penekanan angka kelahiran. Setiap keluarga dianjurkan hanya memiliki 2 orang anak. Maka, jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, yang rata-rata punya 6 orang anak, perempuan Amerika Latin pada era 1980-an punya lebih banyak waktu berorganisasi (hal. 357). Kedua, tingkat pendidikan. Program rezim mendorong perempuan bersekolah punya tujuan untuk meningkatkan angka tenaga kerja. Sayangnya, jumlah perempuan yang masuk ke tempat kerja tidak dibarengi dengan perubahan sistem. Kultur patriarki yang membelenggu dunia kerja membuat perempuan sulit mendapat promosi. Pun, di masyarakat, perempuan pekerja tidak diposisikan sebagai breadwinner, atau pencari nafkah, melainkan sekedar ‘bantu-bantu’ suami cari nafkah (hal. 358). Patriarki membuat posisi dan mobilitas perempuan di ruang publik mengalami kemacetan. Sehingga, ketika posisi mereka di ruang domestik juga terancam, dengan kemungkinan tidak mampu lagi menyediakan makanan bergizi atau mencukupi bayaran sekolah dan pengobatan, perempuan-perempuan miskin kota dengan bekal pendidikannya mengorganisir gerakan-gerakan yang disebutkan di atas tadi.
Perluasan cakupan gerakan perempuan Amerika Latin ke dunia politik, atau yang disebut Safa (1990) sebagai transformasi, tidak terlepas dari kultur patriarkis yang menjangkiti partai politik. Dalam alam rezim, partai politik bukan saja tidak berdaya, tapi juga terlanjur dianggap sebagai area khusus laki-laki. Perempuan-perempuan Amerika Latin menganggap partai politik tidak becus dalam mengakomodasi aspirasi akar rumput, termasuk untuk memperjuangkan kepentingan pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Artikel ini tidak dengan gamblang menjelaskan bagaimana perempuan berhasil masuk ke parlemen. Tetapi, mencatat beberapa contoh kerja-kerja perempuan-perempuan ini di parlemen. Misalnya, di Brazil, berhasil menjamin kesetaraan perempuan dalam hukum termasuk kesamaan hak dalam pernikahan, cuti melahirkan, hak memiliki properti, larangan membedakan upah berdasarkan gender, usia, dan status sipil. Di Argentina, perceraian berhasil dilegalkan dan perempuan punya hak dalam pengasuhan anak pasca perceraian. Sementara, di Chile, perempuan berani menjadi oposisi dengan menolak rezim militer melanjutkan kekuasaan.
Tentu saja, gerakan perempuan yang bertransformasi ini, yang subjeknya lalu disebut sebagai perempuan politisi, bukan tanpa kesulitan. Mereka harus bertarung dengan rezim di parlemen, menentang dominasi laki-laki, menghadapi ketidaksetujuan dan perdebatan dari rekan-rekan seperjuangan dan kelompok masyarakat lain. Juga, bukan tidak mungkin, jika gerakan-gerakan yang dulunya ditujukan sebagai kekuatan kolektif, memang ditunggangi motif-motif pribadi untuk kepentingan politik. Tapi, yang sangat penting dari gerakan perempuan di Amerika Latin, adalah tentang kemampuan mereka mengatasi krisis ekonomi, represi rezim militer, sekaligus kultur patriarki. Safa (1990) menyatakan bahwa dengan memperjuangkan urusan domestik di ruang publik, perempuan-perempuan Amerika Latin telah menghapus stereotip ibu dan istri yang pasif (hal. 362). Penghapusan stereotip ini merupakan kontribusi penting bagi feminisme. Bahwa, perjuangan melepaskan diri dari posisi subordinasi tidak mesti dengan ‘memukul’ pihak-pihak yang men-subordinasi. Perjuangan juga bisa dilakukan dengan tidak henti membujuk publik dan membangun kekuatan kolektif, sampai tidak ada jalan bagi pihak yang men-subordinasi selain berpihak pada kepentingan pihak yang (tadinya) ter-subordinasi.***
Judul artikel: Women’s Social Movement in Latin America
Penulis: Helen Icken Safa
Publikasi: Gender and Society, Vol.4, No.3, September 1990
Tahun: 1990
Penulis Resensi: Rika Febriyani