Kabarphi
  • Home
  • Tentang Kami
  • Kabar Nasional
  • Kabar Daerah
  • Wacana
    • Esai
    • Analisis
  • Opini
  • Fenomena
    • Ekonomi
    • Politik
    • Komunitas
    • Lingkungan
    • Perempuan
  • Editorial
  • Resensi
No Result
View All Result
  • Home
  • Tentang Kami
  • Kabar Nasional
  • Kabar Daerah
  • Wacana
    • Esai
    • Analisis
  • Opini
  • Fenomena
    • Ekonomi
    • Politik
    • Komunitas
    • Lingkungan
    • Perempuan
  • Editorial
  • Resensi
No Result
View All Result
Kabarphi
No Result
View All Result
Home Resensi

Bertarung di Parlemen Adalah Urusan Rumah Tangga

Para feminis pun sempat mengkritik gerakan ini, karena tidak memperjuangkan apa-apa terhadap kemiskinan dan posisi subordinat perempuan.

AdminWeb by AdminWeb
August 26, 2024
in Resensi
Reading Time: 6 mins read
0
Bertarung di Parlemen Adalah Urusan Rumah Tangga

Image Source: Kompasiana.com

0
SHARES
22
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

kabarphi.com – Artikel ini berisi paparan Safa (1990) tentang penyebab, pendorong, orientasi gerakan perempuan di Amerika Latin. Ia ingin menunjukkan bahwa, sejatinya, kekuatan legislatif bisa dibangun dari akar rumput. Awalnya, gerakan perempuan di Amerika Latin ini muncul untuk merespon krisis ekonomi yang membuat kebutuhan untuk reproduksi, seperti kesehatan, pangan, pendidikan, jadi sulit dijangkau. Tujuannya adalah saling menguatkan, dengan melakukan hal-hal yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari secara bersama-sama atau kolektif. Bentuk gerakan yang paling lazim adalah mendirikan dapur umum, workshop menjahit, day-care center untuk anak, serta pusat rehabilitasi dari kekerasan seksual. Kelas masyarakat yang mengalami kesulitan ini adalah kaum miskin kota, dan terutama perempuan yang secara tradisional punya peran mengasuh dan merawat anak-anak. Sehingga, sering disebut jika perempuan miskin kota adalah pelaku gerakan perempuan di Amerika Latin. 

 

Artikel Safa (1990) ini berdasarkan situasi di Chile, Brazil, dan Peru pada dekade 1980-an. Kala itu, selain krisis ekonomi, masyarakat juga harus berhadapan dengan represi dari rezim militer. Rezim militer membuat gerakan atau tuntutan yang bersifat politis sulit untuk dilakukan, karena beresiko dicederai penguasa. Sebaliknya, gerakan-gerakan di ruang publik, seperti dapur umum, workshop garmen, dan day-care center, dianggap non-politis dan relatif aman. Alhasil, gerakan perempuan miskin kota ini ‘diperbolehkan’ dan merebak. Di Santiago, Chile, pernah ada 768 organisasi gerakan-gerakan kolektif di ruang publik. Di, Lima, Peru, ada sejumlah 300 unit dapur umum, termasuk kelompok perempuan yang mengorganisir belanja grosir untuk 15 sampai 50 unit rumah agar harga komoditas bisa jauh lebih murah. Gerakan-gerakan perempuan miskin kota ini dianggap jauh dari tendensi mengkritik penguasa dan merebut kekuasaan. Para feminis pun sempat mengkritik gerakan ini, karena tidak memperjuangkan apa-apa terhadap kemiskinan dan posisi subordinat perempuan. Gerakan-gerakan ini hanya dilihat sebagai ajang konsumsi secara kolektif, melanggengkan patriarki, dan tidak melakukan perlawanan terhadap sistem yang menyebabkan krisis dan represi rezim (hal. 361). 

 

Secara umum, gerakan perempuan di Amerika Latin memang berbeda dengan Eropa Barat dan Amerika Serikat. Mengutip catatan Elizabeth Jelin (1987), Safa (1990) menuliskan bahwa gerakan perempuan Amerika Latin adalah upaya untuk menguatkan posisi mereka sebagai istri dan ibu. Ketika krisis terjadi, gerakan mereka di ruang publik adalah untuk memecahkan persoalan terkait kelangsungan peran mereka di dalam rumah tangga, seperti dapur umum dan day-care center. Ini berbeda dengan gerakan perempuan di Eropa Barat dan Amerika Serikat yang bertujuan menegasikan batas-batas gender di ruang publik, sehingga perempuan bisa punya kesempatan berpartisipasi setara laki-laki. Perbedaan orientasi ini bukan lantas menjadikan gerakan perempuan Amerika Latin tidak punya nilai perlawanan. Safa (1990) berargumen, justru dengan menjalankan perannya sebagai istri dan ibu, para perempuan Amerika Latin jadi punya legitimasi untuk bergerak di ruang publik agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan reproduksi, seperti kesehatan, pangan, dan pendidikan (hal. 361 – 362).   

 

Dalam perjalanannya, gerakan perempuan Amerika Latin tidak mandek dengan kegiatan makan bersama. Dapur umum, day care center, workshop menjahit, dan lain-lain, membuat perempuan miskin kota berjejaring sekaligus melunturkan sekat-sekat kelas sosial ekonomi dalam masyarakat. Safa (1990) menyatakan jika gerakan-gerakan ini mempertemukan perempuan miskin kota dengan berbagai kelompok, misalnya feminis kelas menengah, masyarakat adat, serikat buruh, petani, pemuda, dan aktivis hak asasi manusia (hal. 356). Pertemuan ini membentuk kekuatan sosial, yang menjadi materi untuk memperluas cakupan gerakan dari tujuan menguatkan sesama menjadi menuntut rezim. Didesak kebutuhan rumah tangga yang pemenuhannya, tidak bisa tidak, memerlukan kekuatan lebih besar dari skala lingkungan hunian, gerakan perempuan Amerika Latin turun ke jalan menuntut rezim memperbaiki dan meningkatkan fasilitas publik seperti pengadaan air bersih, pengaliran energi listrik, dan sarana transportasi. Aksi-aksi berhadapan dengan rezim, atau pemerintah, mengantarkan gerakan perempuan masuk ke ranah politik. 

 

Jika tadi dikatakan bahwa krisis ekonomi dan represi rezim militer menjadi penyebab, sebenarnya ada beberapa faktor pendorong kelahiran gerakan perempuan ini. Pertama, adalah program penekanan angka kelahiran. Setiap keluarga dianjurkan hanya memiliki 2 orang anak. Maka, jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, yang rata-rata punya 6 orang anak, perempuan Amerika Latin pada era 1980-an punya lebih banyak waktu berorganisasi (hal. 357). Kedua, tingkat pendidikan. Program rezim mendorong perempuan bersekolah punya tujuan untuk meningkatkan angka tenaga kerja. Sayangnya, jumlah perempuan yang masuk ke tempat kerja tidak dibarengi dengan perubahan sistem. Kultur patriarki yang membelenggu dunia kerja membuat perempuan sulit mendapat promosi. Pun, di masyarakat, perempuan pekerja tidak diposisikan sebagai breadwinner, atau pencari nafkah, melainkan sekedar ‘bantu-bantu’ suami cari nafkah (hal. 358). Patriarki membuat posisi dan mobilitas perempuan di ruang publik mengalami kemacetan. Sehingga, ketika posisi mereka di ruang domestik juga terancam, dengan kemungkinan tidak mampu lagi menyediakan makanan bergizi atau mencukupi bayaran sekolah dan pengobatan, perempuan-perempuan miskin kota dengan bekal pendidikannya mengorganisir gerakan-gerakan yang disebutkan di atas tadi.

 

Perluasan cakupan gerakan perempuan Amerika Latin ke dunia politik, atau yang disebut Safa (1990) sebagai transformasi, tidak terlepas dari kultur patriarkis yang menjangkiti partai politik. Dalam alam rezim, partai politik bukan saja tidak berdaya, tapi juga terlanjur dianggap sebagai area khusus laki-laki. Perempuan-perempuan Amerika Latin menganggap partai politik tidak becus dalam mengakomodasi aspirasi akar rumput, termasuk untuk memperjuangkan kepentingan pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Artikel ini tidak dengan gamblang menjelaskan bagaimana perempuan berhasil masuk ke parlemen. Tetapi, mencatat beberapa contoh kerja-kerja perempuan-perempuan ini di parlemen. Misalnya, di Brazil, berhasil menjamin kesetaraan perempuan dalam hukum termasuk kesamaan hak dalam pernikahan, cuti melahirkan, hak memiliki properti, larangan membedakan upah berdasarkan gender, usia, dan status sipil. Di Argentina, perceraian berhasil dilegalkan dan perempuan punya hak dalam pengasuhan anak pasca perceraian. Sementara, di Chile, perempuan berani menjadi oposisi dengan menolak rezim militer melanjutkan kekuasaan. 

 

Tentu saja, gerakan perempuan yang bertransformasi ini, yang subjeknya lalu disebut sebagai perempuan politisi, bukan tanpa kesulitan. Mereka harus bertarung dengan rezim di parlemen, menentang dominasi laki-laki, menghadapi ketidaksetujuan dan perdebatan dari rekan-rekan seperjuangan dan kelompok masyarakat lain. Juga, bukan tidak mungkin, jika gerakan-gerakan yang dulunya ditujukan sebagai kekuatan kolektif, memang ditunggangi motif-motif pribadi untuk kepentingan politik. Tapi, yang sangat penting dari gerakan perempuan di Amerika Latin, adalah tentang kemampuan mereka mengatasi krisis ekonomi, represi rezim militer, sekaligus kultur patriarki. Safa (1990) menyatakan bahwa dengan memperjuangkan urusan domestik di ruang publik, perempuan-perempuan Amerika Latin telah menghapus stereotip ibu dan istri yang pasif (hal. 362). Penghapusan stereotip ini merupakan kontribusi penting bagi feminisme. Bahwa, perjuangan melepaskan diri dari posisi subordinasi tidak mesti dengan ‘memukul’ pihak-pihak yang men-subordinasi. Perjuangan juga bisa dilakukan dengan tidak henti membujuk publik dan membangun kekuatan kolektif, sampai tidak ada jalan bagi pihak yang men-subordinasi selain berpihak pada kepentingan pihak yang (tadinya) ter-subordinasi.***

 

Judul artikel: Women’s Social Movement in Latin America

Penulis: Helen Icken Safa

Publikasi: Gender and Society, Vol.4, No.3, September 1990

Tahun: 1990

Penulis Resensi: Rika Febriyani

AdminWeb

AdminWeb

Kabar PHI adalah portal berita yang berfokus pada kabar-kabar terbaru di Indonesia, dengan tujuan menjadi sumber informasi utama bagi para pekerja, pengusaha, praktisi hukum, dan masyarakat umum. Kami berdedikasi untuk menyajikan berita yang akurat, analisis yang mendalam, serta panduan praktis yang dapat membantu masyarakat mendapatkan kabar terbaru.

Related Posts

Sosialisme 101: Apakah kapitalisme menghancurkan planet ini?
Resensi

Sosialisme 101: Apakah kapitalisme menghancurkan planet ini?

May 10, 2025
Deklarasi Ekososialis Belem
Resensi

Deklarasi Ekososialis Belem

May 7, 2025
Kapitalisme Yang Membakar Planet, Bukan Orang Biasa
Resensi

Kapitalisme Yang Membakar Planet, Bukan Orang Biasa

May 4, 2025
Next Post
Setelah Krisis Over-Akumulasi Modal, Terbitlah EV

Setelah Krisis Over-Akumulasi Modal, Terbitlah EV

Lebih Dari Raising Awareness

Lebih Dari Raising Awareness

Pernyataan Sikap Partai Hijau Indonesia tentang Kekerasan Polisi dan Reformasi Kepolisian

Pernyataan Sikap Partai Hijau Indonesia tentang Kekerasan Polisi dan Reformasi Kepolisian

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Rekomendasi

Tuntut Gencatan Senjata Permanen dan Bebaskan Semua Tahanan Perang

5 months ago
Partai Hijau Indonesia Desak Pencabutan Izin Tambang PT. ASR di Pesisir Karossa dan Silaja

Partai Hijau Indonesia Desak Pencabutan Izin Tambang PT. ASR di Pesisir Karossa dan Silaja

2 months ago
Kutuk Invansi Israel di Gaza, Pendudukan Wilayah Palestina dan Serangan di Lebanon

Kutuk Invansi Israel di Gaza, Pendudukan Wilayah Palestina dan Serangan di Lebanon

8 months ago
Kapitalisme Yang Membakar Planet, Bukan Orang Biasa

Kapitalisme Yang Membakar Planet, Bukan Orang Biasa

2 months ago

Kategori

  • Editorial
  • Ekonomi
  • Esai
  • Fenomena
  • Kabar Daerah
  • Kabar Nasional
  • Komunitas
  • Lingkungan
  • Opini
  • Politik
  • Resensi
  • Wacana

Pencarian Berdasarkan Tag

Ekososialisme konde.co Partai Buruh Partai Hijau Indonesia PHI PHI Sulsel

Berita Populer

Program Ekososialis: Gagasan Awal
Resensi

Program Ekososialis: Gagasan Awal

by AdminWeb
April 7, 2025
0

kabarphi.com - Ditengah ambang batas 1.5°C yang telah ditetapkan, emisi karbon terus meningkat dan alam semakin rusak,...

SELAMATKAN PESISIR PANTAI KAROSSA DAN MUARA SUNGAI SILAJA: RAKYAT BUKAN KAMBING HITAM

SELAMATKAN PESISIR PANTAI KAROSSA DAN MUARA SUNGAI SILAJA: RAKYAT BUKAN KAMBING HITAM

April 7, 2025
Partai Hijau Indonesia Desak Pencabutan Izin Tambang PT. ASR di Pesisir Karossa dan Silaja

Partai Hijau Indonesia Desak Pencabutan Izin Tambang PT. ASR di Pesisir Karossa dan Silaja

April 29, 2025
Melawan untuk Merebut: Kerjasama Politik antara Komite Politik Nasional dan Partai Hijau indonesia

Melawan untuk Merebut: Kerjasama Politik antara Komite Politik Nasional dan Partai Hijau indonesia

April 29, 2025
Tugas Ganda Demokrasi Ekososialisme

Tugas Ganda Demokrasi Ekososialisme

April 20, 2025

Berita Terbaru

Hijau Muda Hadir di Festival Kelas Pekerja: Politik Hijau, Ekspresi Perlawanan, dan Ruang Kolaborasi

Pendidikan Kepengurusan Perdana PHI 2025: Menyemai Kader Hijau yang Progresif dan Berwawasan Lokal

Mengurai Ekofeminisme dan Perlawanan Masyarakat Adat di Samarinda

Krisis Industri, Derita Buruh, dan Jalan Ekososialis

SDK dan Derita yang Belum Disudahi: Dari Sulawesi Barat, Seruan Ekososialis Menggema

Kabarphi

Selamat datang di kabarphi.com, portal informasi yang bisa kamu gunakan untuk mencari tahu kabar paling baru dari Partai Hijau Indonesia.

Informasi

  • Tentang Kami
  • Redaksi

© 2024 Kabar PHI. All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Tentang Kami
  • Kabar Nasional
  • Kabar Daerah
  • Wacana
    • Esai
    • Analisis
  • Opini
  • Fenomena
    • Ekonomi
    • Politik
    • Komunitas
    • Lingkungan
    • Perempuan
  • Editorial
  • Resensi

© 2024 Kabar PHI . All rights reserved