Jakarta – Ruang-ruang Zoom yang hangat oleh diskusi, tawa kecil di sela-sela materi, dan udara Menteng yang bercampur semangat perubahan begitulah nuansa tiga hari Pendidikan Kepengurusan Partai Hijau Indonesia (PHI) yang digelar pada 18, 24, dan 25 Mei lalu.
Bagi para peserta, ini bukan sekadar pelatihan. Ini adalah momen bertemu kawan seperjuangan dari berbagai pelosok daerah, sama-sama memikul mimpi tentang politik hijau yang tak cuma idealis, tapi juga membumi.
Pendidikan ini adalah yang pertama dalam sejarah PHI. Disiapkan dengan penuh semangat oleh Bidang Ideologi dan Kader PHI, kegiatan ini mengangkat delapan materi penting mulai dari perencanaan strategis, ideologi partai, hingga strategi pengorganisasian dan jejaring. Formatnya pun fleksibel: online penuh di 18 Mei, lalu berlanjut hybrid di kantor CELIOS, Menteng, pada 24–25 Mei. Beberapa hadir langsung, sebagian tetap di layar, tapi semuanya terasa dekat karena visi yang sama.
Pada hari pertama, Miftachul Choir dan Elly Bin Yahya membuka pelatihan dengan menggugah semangat ideologi hijau. Diskusi tentang “second body”, alam, dan politik ekologis menjadi titik berangkat yang mempertemukan logika para peserta.
Hari kedua makin kaya warna. Francesco Hugo, yang sehari-hari bergelut dengan manajemen komunitas digital, membawa perspektif segar soal perencanaan. Lalu hadir Ilhamsyah, Wakil Presiden Partai Buruh, membagikan pengalamannya soal proses pengambilan keputusan kolektif. Di sesi sore, suara perempuan bergema lewat Dian Septi, pendiri Marsinah FM, yang dengan lugas membahas soal pengelolaan kader dan pentingnya ruang aman bagi buruh perempuan.
Hari terakhir ditutup dengan energi yang tetap menyala. Hanny Wijaya bercerita tentang membangun credit union di Blitar, Hasriadi Masalam mengupas strategi monitoring yang realistis dan memberdayakan, dan Gemilang Cahya menutup rangkaian dengan wawasan soal membangun jejaring sosial-politik yang lentur namun kuat.
Sekitar 40 peserta mengikuti pendidikan ini. Mereka bukan hanya datang untuk belajar, tapi untuk tumbuh bersama. Kelak, mereka akan menjadi bagian dari tujuh bidang nasional PHI: dari Agitasi dan Propaganda, hingga Perlindungan Kelompok Rentan dan Pemenangan Elektoral.
“Harapannya, pendidikan ini bisa menjadi alat pengorganisiran PHI dan menjalankan program-program partai dengan konteks lokal dan kewargaan,” ucap Elly, yang sejak awal menjaga ritme diskusi agar tetap kritis sekaligus hangat.
Di tengah tantangan politik yang kerap membosankan dan elitis, PHI mencoba menjahit arah baru: pendidikan politik yang ideologis, praktis, dan yang paling penting manusiawi. Dan di sinilah semuanya dimulai, dari layar Zoom, dari ruang kecil di Menteng, dari tangan-tangan yang percaya bahwa masa depan bisa ditanam hari ini dengan hijau.