kabarphi.com, Jakarta – Partai Hijau Indonesia – Jakarta (PHI Jakarta) memutuskan untuk melakukan Protest Vote sebagai sikap politik dalam Pilkada Jakarta 2024. Protest vote adalah suara yang diberikan dalam pemilihan elektoral untuk menunjukkan ketidakpuasan terhadap pilihan kandidat yang tersedia dan/atau sistem politik yang sedang berlangsung. PHI Jakarta mendukung protest vote dalam bentuk “Gerakan Coblos Semua”. PHI Jakarta mengajak warga untuk mendatangi lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 27 November 2024 untuk mencoblos semua nomor urut paslon di surat suara.
Partai Hijau Indonesia (PHI) mengajak warga Jakarta untuk membangun pemerintahan tanding terhadap Gubernur-Wakil Gubernur 2024-2029 mendatang. Gerakan rakyat dengan visi pemerintahan tanding bukan hanya menjadi aksi kekecewaan semata, melainkan juga menjadi kekuatan politik yang membawa agenda-agenda warga Jakarta yang lebih progresif.
Upaya PHI untuk membangun kekuatan politik alternatif di Jakarta telah berlangsung sejak awal. Ikhtiar PHI Jakarta mewujudkan kekuatan politik alternatif di Jakarta dengan mengusung paslon Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta secara perseorangan, yakni John Muhammad dan Suci Fitria Tanjung pada 12 Mei 2024 ke KPUD Jakarta. Pada awalnya, Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 menjelaskan secara umum jadwal pemenuhan persyaratan dukungan pasangan calon perseorangan yang dimulai pada 5 Mei s.d. 19 Agustus 2024. Namun, pedoman teknis PKPU dan Pengumuman KPU Provinsi Jakarta No: 39/PL.06.2-Pu/31/2024 memperpendek masa pendaftaran dan penyerahan dukungan KTP untuk paslon independen hanya dalam rentang waktu 8—12 Mei 2024 sehingga menggugurkan upaya PHI mengusung paslon Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta secara perseorangan. Peraturan ini sangat tidak berkeadilan karena secara langsung memangkas kesempatan warga negara untuk dapat berkontestasi sebagai calon independen, sekaligus merugikan hak warga negara untuk memiliki kandidat yang dapat menyuarakan aspirasinya.
Perjuangan ini dilanjutkan dengan menggugat KPU atas diskriminasi jadwal pemenuhan syarat untuk calon perseorangan/independen yang lebih singkat dibandingkan rentang waktu linimasa pengajuan calon dari partai politik yang memiliki kursi di DPRD Jakarta. Gugatan terhadap KPU Jakarta tersebut hingga kini pun belum juga ditanggapi oleh Bawaslu RI. Diskriminasi KPU dan pengabaian Bawaslu RI ini adalah bagian awal dari Pilkada yang cacat demokrasi.
Kemudian, PHI Jakarta menilai terdapat upaya kolusi dari para elit untuk merekayasa Pilkada Jakarta demi kepentingan oligarki Joko Widodo-Prabowo Subianto, yaitu:
Pertama, perubahan syarat usia calon dari parpol agar putra Joko Widodo, Kaesang Pangarep, lolos menjadi calon gubernur atau wakil gubernur. Meskipun putusan MA ini dibatalkan oleh keluarnya putusan MK, DPR RI terus mencoba mengubahnya dengan merevisi UU Pilkada secara mendadak. Melalui aksi demonstrasi #PeringatanDarurat yang masif, upaya revisi UU Pilkada yang dipaksakan tersebut akhirnya dapat dihentikan.
Kedua, manuver politik Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus untuk membuat koalisi besar yang dengan aturan ambang batas dukungan politik parpol berpotensi menutup hadirnya calon lain. Meskipun aturan ini kemudian diubah oleh putusan MK dan akal bulus revisi UU Pilkada digagalkan, PDIP akhirnya mencalonkan Pramono Anung—kandidat perpanjangan tangan rezim yang merupakan Sekretaris Kabinet di era Pemerintahan Jokowi selama dua periode.
Ketiga, diloloskannya Dharma Pongrekun-Kun Wardhana sebagai calon gubernur-wakil gubernur dari jalur perseorangan. Padahal keduanya terbukti telah mencatut banyak Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga Jakarta secara ilegal untuk memenuhi syarat dukungan. Laporan dan gugatan hukum pun atas pelanggaran data pribadi telah dilakukan, tetapi paslon kontroversial tersebut tak kunjung dibatalkan.
Keempat, kembali muncul penggiringan narasi satu putaran yang dikembangkan melalui jajak pendapat untuk memenangkan paslon Ridwan Kamil-Suswono sebagai Gubernur-Wakil Gubernur Jakarta. Taktik manipulasi ini serupa dengan membentuk hegemoni opini publik yang dilakukan untuk Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres lalu.
Kelima, secara lebih luas PHI menilai Pilkada 2024 dipenuhi pilihan calon tunggal melawan kotak kosong yang tersebar secara masif di 41 daerah. Hal tersebut memperkuat kesimpulan bahwa Pilkada 2024 merupakan persekongkolan oligarki politik yang menguntungkan Joko Widodo-Prabowo Subianto.
Selain pertimbangan-pertimbangan tersebut, PHI Jakarta juga menyimak sikap warga Jakarta, terutama rakyat miskin kota, para akademisi, dan aktivis, yaitu:
PHI Jakarta menilai berkembangnya protes warga melalui gerakan coblos semua adalah bukti bahwa warga Jakarta memahami bahwa Pilkada Jakarta sedang direkayasa melalui pilihan calon boneka, calon yang bermasalah, dan calon yang lemah. Bagi PHI Jakarta, gerakan coblos semua merupakan protest vote dan hak politik warga yang wajib dilindungi negara.
PHI Jakarta menilai upaya hukum judicial review yang dilakukan oleh sejumlah warga di Mahkamah Konstitusi untuk memperjuangkan hadirnya pilihan kotak atau suara kosong (blank vote) di seluruh surat suara membuktikan adanya aspirasi warga yang belum terpenuhi oleh negara. Upaya hukum ini sejalan dengan Platform Hijau PHI (halaman 59, Poin 3.3.2.5), yakni memperjuangkan pilihan abstain (tidak memilih calon yang tersedia) atau praktik None of the Above (NOTA) (suara menentang semua) sebagai hak konstitusional yang harus diwujudkan.
Oleh karena itu, berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut, PHI Jakarta menyatakan:
- Mendukung dan melakukan protest vote dalam bentuk “Gerakan Coblos Semua” di surat suara,
- Mendukung dan memperjuangkan terwujudnya kotak dan suara kosong (blank vote) di seluruh surat suara melalui upaya hukum judicial review yang diwakili oleh sejumlah kelompok warga di Mahkamah Konstitusi.
- Mengajak warga Jakarta untuk berpartisipasi dalam menyusun manifesto politik bersama dalam Platform Hijau Jakarta sebagai pemenuhan aspirasi yang otentik untuk menjawab seluruh permasalahan Jakarta.
PHI Jakarta menilai seluruh pertimbangan dan sikap elektoral ini harus diperkuat dengan membangun kekuatan politik tanding yang solid. Kami mengharapkan aksi pembangkangan elektoral akan terkanalisasi dalam bentuk pemerintah tanding lokal (local shadow government). Kekuatan rakyat ini tidak hanya berfungsi sebagai pengawas atau penjaga (watchdog) aspirasi warga, melainkan juga berfungsi meningkatkan nilai tawar dan bahkan mengubah kebijakan pemerintahan daerah.
Keberadaan pemerintahan tanding lokal di Jakarta akan mempromosikan calon-calon pemimpin yang otentik dari warga Jakarta dan mendorong terbentuknya pemerintahan tanding di nasional sebagai oposisi sejati pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Bersih, Adil, dan Lestari!