kabarphi.com – Sejumlah aktivis dan pekerja NGO berkumpul dalam diskusi bertajuk “Problematika Kerja di NGO: Saatnya Membangun Serikat Pekerja?”. Diskusi yang dilakukan secara online di laman space X ini menyoroti berbagai permasalahan ketenagakerjaan di organisasi non-pemerintah (NGO), termasuk eksploitasi pekerja, pelanggaran hukum ketenagakerjaan, serta urgensi pembentukan serikat pekerja di sektor ini.
Diskusi ini dipantik oleh kasus ketenagakerjaan di salah satu NGO yang tidak memenuhi hak-hak pekerjanya, seperti pendaftaran ke BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, serta tidak memberikan kompensasi bagi pekerja kontrak yang masa kerjanya telah habis. Para pembicara yang hadir yakni Axel Paskalis dari Federasi Semesta, Aqila Reinata dari Kolektif SEMAI, dan Miftachul Choir dari Partai Hijau Indonesia, dengan moderator Decmonth Pasaribu dari Social Justice Indonesia. Rabu (29/01/2024).
Axel Paskalis mengungkapkan bahwa konflik ketenagakerjaan di NGO bukanlah hal baru. Menurutnya, banyak pekerja NGO menghadapi jam kerja yang tidak menentu, kurangnya kontrak kerja yang jelas, serta relasi kuasa yang membuat pekerja rentan terhadap eksploitasi. “Banyak pekerja NGO mengalami lembur tanpa kompensasi, bekerja di akhir pekan, bahkan dihubungi tengah malam untuk urusan pekerjaan tanpa bayaran tambahan,” ujarnya.
Sementara itu, Aqila Reinata menyoroti ketidakjelasan status pekerja NGO. “Apakah pekerja NGO dianggap profesional, sukarelawan, atau aktivis? Padahal, mereka bekerja berdasarkan perjanjian kerja, menerima upah, dan tunduk pada perintah atasan, yang berarti mereka berhak atas perlindungan hukum ketenagakerjaan,” jelasnya.
Aqila juga menyoroti persoalan gender di lingkungan NGO, seperti diskriminasi terhadap pekerja perempuan dan kurangnya perlindungan dari kekerasan seksual di tempat kerja.
Miftachul Choir dari Partai Hijau Indonesia menegaskan bahwa NGO seharusnya tidak hanya memperjuangkan hak-hak kelompok masyarakat, tetapi juga memastikan kesejahteraan pekerja mereka sendiri. Perspektif bahwa NGO adalah pabrik-pabrik riset, pabrik-pabrik perubahan sosial akan mengembalikan posisi kita (Pekerja NGO) kembali kepada kelas pekerja (kesadaran kelas), ia menyebut bahwa NGO telah berkembang menjadi “bisnis perubahan sosial,” di mana dampak sosial menjadi produk utama yang dihasilkan pekerja.
“Serikat pekerja di sektor NGO sangat diperlukan, bukan hanya untuk perlindungan hak-hak normatif, tetapi juga untuk mendemokratisasi tempat kerja dan memberikan daya tawar kepada pekerja dalam menentukan bentuk kerja mereka, serta Wadah perubahan sosial bisa melalui serikat dan partai politik, karena akuntabilitasnya bukan kepada donor, namun kepada anggota dan konstituen itu sendiri. Perlu adanya wadah perubahan sosial yang lebih luas dan beragam. Perlu ada serikat pekerja-pekerja di sektor bisnis perubahan sosial.” tegasnya.
Sebagai penutup, para pembicara sepakat bahwa pembentukan serikat pekerja NGO menjadi langkah penting dalam memperjuangkan hak dan kesejahteraan pekerja di sektor ini. Mereka menyerukan kepada seluruh pekerja NGO untuk berserikat dan membangun solidaritas dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang ada.