Di tengah-tengah pembantaian Perang Dunia Pertama, Rosa Luxemburg menulis tentang persimpangan jalan yang dihadapi masyarakat kapitalis: “antara transisi menuju sosialisme atau kemunduran menuju barbarisme.” Gagasan ini masih bergema sampai sekarang. Maksudnya adalah bahwa kita membutuhkan sosialisme bukan hanya karena sosialisme merupakan cara yang lebih unggul dalam mengorganisir masyarakat untuk memenuhi kebutuhan semua orang dengan cara yang damai, adil, dan merata; tetapi karena masa depan di bawah kapitalisme akan menjadi bencana yang tidak terbayangkan.
Tidak ada yang menunjukkan hal ini secara lebih drastis daripada krisis ekologi, khususnya krisis iklim dan keanekaragaman hayati. Dampak dari perubahan iklim yang tidak terkendali sudah dirasakan di seluruh dunia, dengan suhu global yang kini meningkat lebih cepat dibandingkan dengan titik mana pun dalam sejarah planet ini, yang mengakibatkan badai super yang lebih sering terjadi, tidak dapat diprediksi, dan parah, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan gelombang panas yang mematikan.
Target PBB untuk tetap berada di bawah 1,5°C di atas tingkat pra-industri terlihat semakin jauh dari jangkauan, dan setiap kenaikan 1°C saja akan membawa kita semakin dekat ke titik kritis dalam sistem iklim, yang akan memicu perubahan yang tiba-tiba dan tidak dapat dipulihkan, serta kehancuran yang nyata. Kita menghadapi—dalam masa hidup kita—sebagian besar bumi yang tidak dapat dihuni, ratusan juta orang mengungsi, dan spesies yang tak terhitung jumlahnya akan punah. Semua itu akan menambah lingkaran setan kerusakan ekologi yang akan berputar tak terelakkan menuju kehancuran semua kehidupan yang kita kenal. Prospeknya tidak bisa lebih buruk lagi.
Oleh karena itu, tidak diragukan lagi, ini adalah alasan yang paling mendesak dari sekian banyak alasan mengapa kapitalisme harus pergi. Sayangnya, terlepas dari pekerjaan penting komunitas ilmiah, yang dengan suara bulat setuju tentang ancaman terhadap planet ini, peringatannya tentang masalah ini umumnya masih mengacu pada hal-hal seperti “aktivitas manusia” (human activity) . Namun, ancaman terhadap lingkungan bukanlah aktivitas manusia itu sendiri, yang telah hidup berdampingan dengan alam selama lebih dari 200.000 tahun (membentuknya kembali, tetapi tidak merusaknya secara permanen). Lebih tepatnya, ancamannya adalah aktivitas manusia yang beroperasi di bawah sistem kapitalis.
Perusakan lingkungan secara massal dan produksi tingkat emisi CO2 yang tidak berkelanjutan sudah ada sejak pertengahan abad ke-19, dengan berkembangnya kapitalisme industri. Meskipun setengah dari semua emisi CO2 telah diproduksi sejak tahun 1990. Namun, semua orang tidak memiliki tanggung jawab yang sama. Hanya 100 perusahaan besar yang menjadi sumber dari 71% emisi tersebut. Selain itu, 10% orang terkaya di dunia bertanggung jawab atas 50% emisi CO2 dunia, sementara 50% orang termiskin (4 miliar orang) hanya bertanggung jawab atas 12%.
Kapitalisme adalah sebuah sistem di mana sumber daya ekonomi dan sumber daya alam utama dimiliki dan dikendalikan oleh minoritas kecil atau segelintir orang, dan dorongan untuk mendapatkan keuntungan adalah motor penggerak kegiatan ekonominya. Oleh karena itu, kapitalisme adalah sistem yang tidak rasional dan anarkis, di mana persaingan di antara para kapitalis menciptakan sebuah dinamika di mana semua pertimbangan lain harus dikesampingkan demi mendapatkan keuntungan jangka pendek—untuk melakukan investasi dan ekspansi, agar perusahaan-perusahaan tidak bangkrut atau ditelan bumi.
Pada dasarnya, ini adalah sistem eksploitasi—baik terhadap kelas pekerja maupun alam. Alam diperlakukan sebagai sumber kekayaan yang tidak ada habisnya untuk dieksploitasi secara bebas. Biaya dan konsekuensi dari menipisnya sumber daya alam, pencemaran ekosistem, dan gangguan terhadap proses-proses yang tidak terpisahkan dari pemeliharaan biosfer diabaikan dalam formula mencari keuntungan ini. Oleh karena itu, 60 bank terbesar di dunia telah memompa dana sebesar 6,9 triliun dolar AS ke dalam industri bahan bakar fosil sejak Perjanjian Iklim Paris pada tahun 2015.
Tentu saja benar bahwa degradasi alam yang cepat merupakan ancaman bagi semua orang, termasuk para miliarder dan bos—meskipun penderitaannya akan sangat mempengaruhi kelas pekerja dan orang miskin. Beberapa miliarder dan bos bahkan mungkin benar-benar khawatir dan ingin mengambil tindakan. Namun, kelas kapitalis secara konstitusional tidak mampu bertindak untuk mencegah bencana lingkungan karena sistem mereka adalah masalahnya. Satu-satunya solusi nyata adalah dengan mengakhiri sistem tersebut, yang berarti mengakhiri kekuasaan mereka sebagai kelas yang mengeksploitasi. Ini adalah satu hal yang tidak akan mereka biarkan terjadi.
Jenis transformasi radikal—produksi, distribusi, konsumsi, energi, perjalanan—yang diperlukan untuk mencapai dunia yang benar-benar berkelanjutan tidak dapat dibayangkan dalam sistem kapitalis. Itulah mengapa kita membutuhkan perubahan sistem yang nyata. Kita membutuhkan sosialisme: kepemilikan publik, perencanaan yang demokratis, kerja sama internasional, dan solidaritas. Dan tidak ada waktu lagi, karena kita sekarang menghadapi masa depan yang bukan hanya barbarisme, tetapi juga kepunahan kita sebagai spesies.
Ditulis oleh Eddie McCabe dan diterjemahkan oleh Roy Murtadho, ketua Partai Hijau Indonesia untuk tujuan pendidikan
Sumber: https://www.socialistparty.ie/2024/09/socialism-101-is-capitalism-destroying-the-planet/